Inilah Cara Mendesain Rumah Kayu!

Desain untuk rumah kayu dapat dikelompokan menjadi dua bagian, yaitu rumah kayu klasik dan rumah kayu modern. Jenis yang klasik biasanya hanya terdiri dari satu lantai, dengan desain sederhana seperti pondok atau gazebo.

Nyamannya Sebuah Ruangan Dengan Lantai Kayu

Bagi Masyarakat Indonesia lantai kayu bukan sesuatu yang baru bahkan menjadi identitas rumah-rumah tradisional di berbagai daerah.

Pameran Mashikama Alam Mulya

Pameran Di Laksanakan Pada Tanggal 19 - 22 April di JCC Senayan

Rumah Bernuansa Kayu

Kayu merupakan salah satu jenis material favorit dari dahulu. Sebagai bahan baku alami, kayu memiliki karakter unik seperti kaya akan tektur dan serat, gradasi warna-warna coklat dan wangi yang menyegarkan

Hasil Pemasangan

Hasil Pemasangan Flooring kami

Kamis, 19 Juli 2012

Kayu Ulin mulai punah


Beberapa orang warga menggali tanah di bilangan Desa Inan Kecamatan Paringin Selatan, Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan untuk mengeluarkan sebatang kayu yang terbenam di kawasan tersebut.
Kayu yang terbenam tersebut ternyata jenis kayu ulin (Eusideroxylon zwageri) yang diperkirakan berabad-abad berada dalam tanah yang dalamnya sekitar dua meter dari permukaan tanah.
Sementara pekerja yang lain juga berusaha memotong sebatang kayu ulin yang juga diperkirakan berusia berabad-abad yang berada di dasar Sungai Pitap anak Sungai Balangan yang kondisi airnya tak terlalu dalam.
Walau warga bersusah payak menggali dan memotong kayu berusia tua tersebut tetapi terus dilakukan, mengingat untuk membeli jenis kayu yang disebut juga sebagai kayu besi itu sekarang sudah terlalu mahal bagi kantong warga setempat, lantaran sudah sulit diperoleh.

Dari dua kejadian tersebut telah menimbulkan banyak pertanyaan dikalangan masyarakat setempat, mengapa di kawasan tersebut begitu banyak kayu ulin, sementara jenis kayu tersebut tak pernah terlihat lagi dalam beberapa dasawarsa terakhir ini.

“Sebagian besar warga di kampung kami tahu tentang kayu ulin hanya dari bahan bangunan yang sudah jadi, tetapi tak pernah melihat bentuk kayu ulin yang masih tumbuh,”kata Nurfansyah warga setempat.
Warga setempat kebanyakan memperoleh kayu ulin dari kayu yang terpendam dalam tanah atau yang ada di dasar sungai, kualitasnya sangat baik, kuat dan warnanya menghitam bagaikan besi, kata Nurfansyah.

Menurut Nurfansyah di kawasan tersebut begitu banyak terlihat tunggul (bekas tebangan) kayu ulin di sepanjang Sungai Pitap, dan tunggul-tunggul tersebut sudah ada sejak lama dan diperkirakan ratusan tahun.
“Menurut bapak saya, selagi dia masih kecil tunggul-tunggul kayu ulin tersebut sudah ada seperti itu, padahal usia bapak saya 80-an tahun, dan sekarang sudah meninggal,” kata Nurfansyah.

Mengenai tunggul-tunggul kayu ulin tersebut juga sering dilontarkan warga yang berpergian menyusuri trans Kalimantan antara Banjarmasin ke arah Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu, sebab di kawasan Jorong, atau Kintap Kabupaten Tanah Laut yang dilintasi trans Kalimantan tersebut banyak terlihat tunggul-tunggul kayu ulin.

Dengan banyaknya tunggul kayu ulin tersebut juga membuktikan bahwa dulunya kawasan tersebut merupakan hutan ulin, tetapi sekarang berubah menjadi semak belukar dan padang alang-alang.
Jenis kayu ulin tersebut banyak dimanfaatkan warga untuk membuat pondasi (tongkat) rumah, tiang bangunan, sirap (atap kayu), papan lantai,kosen, bahan untuk banguan jembatan, bantalan kereta api dan kegunaan lain yang memerlukan sifat-sifat khusus awet dan kuat.

Kayu ini seringkali digunakan lantai tempat pemandian atau cuci, sebab jenis kayu ini tak akan lapuk walau bertahun-tahun kena air atau panas.
Karena jenis kayu tersebut banyak dicari warga maka kian sulit diperoleh walaupun ada harganya sudah selangit.

Di Kota Banjarmasin sendiri memang masih banyak terlihat penjual kayu menjual jenis kayu tersebut, tetapi persediaanya selalu terbatas.
Menurut pedagang Haji Sandri, jenis bahan bangunan yang terbuat dari kayu ulin yang belakangan masih banyak ditemukan di Banjarmasin atau daerah lain di Kalsel, bukan lagi hasil tebangan baru melainkan kayu ulin bekas hasil tebangan lama yang sudah tersimpan bertahun-tahun.

“Dulu kayu ulin yang masih berupa balokan atau berbentuk pohon di potong-potong dengan panjang sekitar tiga hingga empat meter lalu balokan itu potong-potong lagi sehingga menjadi persegi empat dengan panjang tetap sekitar tiga hingga empat meter,” katanya.

Sisa-sisa potongan kayu itulah yang sekarang dibuat lagi menjadi bahan bangunan seperti ini, katanya seraya memperlihatkan beberapa kayu gergajian hasil olahan kayu sisa tersebut.
“Bukti kayu ulin ini sisa, lihat saja warna kayunya sudah ada yang agak kehitaman, ada bekas tanaman lumut (tumbuhan air) ada bekas gergajian, bekas terbakar, dan tanda-tanda lainnya,” katanya.

Walau kayu ini berjenis ulin bekas olahan tetapi tetap saja diminati karena kualitas kayu ini kuat dan baik, sehingga untuk jenis bahan bangunan papan saja harganya sekarang sudah mencapai Rp80 ribu per keping, padahal dulu paling banter hanya Rp20 ribu per keping.

Mahalnya harga itu selain memang kian langka juga untuk mengangkut kayu tersebut dari lokasi penggergajian di Bilangan Liang Anggang sekitar 60 kilometer dari Banjarmasin ke arah Banjarmasin sering dipersoalkan pihak aparat sebab kayu tersebut dilarang diantarpulaukan ,akibatnya banyak pedagang yang takut membawa kayu tersebut.

Berdasarkan keterangan yang ia peroleh kayu lin tersebut, berasal dari tebangan lama di wilayah Kabupaten tanah Laut, Tanah Bumbu, serta Kabupaten Kotabaru atau wlayah pesisir Timur Kalsel.

Mulai Punah
Berbagai pihak menduga jenis kayu tersebut sudah mulai punah walau ada pihak lain menyatakan masih terdapat hutan kayu ulin di kawasan Pegunungan Meratus yang lokasinya sulit terjangkau manusia.

Bahkan Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 Koordinator Wilayah 08 Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan yang menjelajahi kawasan Pegunungan Meratus tak pernah menjumpai hutan kayu ulin di kawasan tersebut.

“Dari hasil penjelajahan tim hanya menemukan beberapa pohon kayu ulin saja,” kata Mayor Sus Komaruddin didampingi beberapa peneliti dan tim lainnya di Hantakan HST, sekitar 190 Km Utara Banjarmasin.
Walau tim tak menemukan hutan kayu ulin tetapi mereka menemukan beberapa pohon kayu ulin di puncak gunung.

Selain itu mereka juga menemukan sebuah kampung yang disebut “Kampung Ulin Bajanggut” yang di kampung tersebut masih tumbuh satu pohon kayu ulin setinggi 30 meter dan diameter batang pohon 120 sentimeter.
Pohon kayu ulin tersebut agaknya dipelihara warga Dayak Meratus dan dikeramatkan yang berada di Desa Kiyu.

Dari beberapa bekas tebangan kayu ulin, diperkirakan kawasan tersebut diperkirakan tadinya merupakan hutan kayu ulin yang terus ditebang sehingga tinggal beberapa batang yang masih utuh.
Walau tak menemukan hutan kayu ulin tetapi tim masih menemukan hutan kayu ekonomis lainnya, seperti kayu meranti atau yang disebut pohon damar putih atau damar hitam.

Berdasarkan catatan, kayu ulin merupakan salah satu jenis kayu hutan tropika basah yang tumbuh secara alami di wilayah Sumatera Bagian Selatan dan Kalimantan.
Jenis ini dikenal dengan nama daerah ulin, bulian, bulian rambai, onglen, belian, tabulin dan telian.
Pohon ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameter samapi 120 cm, tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 400 m.



Kayu tersebut sulit dibudidayakan, dan walaupun bisa tanaman ini akan b isa ditebang kayunya setelah berusia ratusan tahun sehingga tak ada orang yang mau mengembangkan jenis kayu tersebut.
Berdasarkan penelitian ulin ternyata tak sekadar bernilai ekonomis tinggi dari nilai kayunya. Lebih dari itu, kayu khas hutan tropis juga bisa dijadikan obat-obatan.

Manfaat ganda kayu ulin terdapat pada tiga jenis bagian dari kayu itu bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan yaitu daun muda, esktrak biji, dan buahnya.
Dengan terus ditebang dan dicar tanpa ada yang bersedia membudidayakan maka sudah bisa ditaksir kedepan kayu ini hanya tinggal kenangan saja.

Sabtu, 14 Juli 2012

Kayu ulin

Ulin atau disebut juga dengan bulian atau kayu besi adalah pohon berkayu dan merupakan tanaman khas Kalimantan. Kayu ulin terutama dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, seperti konstruksi rumah, jembatan,  tiang listrik, dan perkapalan. Ulin merupakan salah satu jenis kayu hutan tropika basah yang tumbuh secara alami di wilayah Sumatera bagian selatan dan Kalimantan.

Morfologi

Ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai 50 m dengan diameter sampai 120 cm . Pohon ini tumbuh pada dataran rendah sampai ketinggian 400 m. Ulin umumnya tumbuh pada ketinggian 5 – 400 m di atas permukaan laut dengan medan datar sampai miring, tumbuh terpencar atau mengelompok dalam hutan campuran namun sangat jarang dijumpai di habitat rawa-rawa.Kayu Ulin juga tahan terhadap perubahan suhu, kelembaban, dan pengaruh air laut sehingga sifat kayunya sangat berat dan keras. Pohon ulin agak terpisah dari pepohonan lain dan dikelilingi jalur jalan melingkar dari kayu ulin. Di bagian bawah pohon ulin terdapat bagian yang berlobang.

Pemuliaan

Proses pemuliaan alami di hutan bekas tebangan umumnya kurang berjalan dengan baik.  Perkecambahan biji Ulin membutuhkan waktu cukup lama sekitar 6-12 bulan dengan persentase keberhasilan relatif rendah, produksi buah tiap pohon umumnya juga sedikit. Penyebaran permudaan alam secara umum cenderung mengelompok.  Ulin tumbuh di dataran rendah primer dan hutan sekunder sampai dengan ketinggian 500m. Biji ulin lebih suka ditiriskan baik tanah, tanah liat berpasir ke tanah liat, kadang-kadang batu kapur. Hal ini umumnya ditemukan di sepanjang sungai dan bukit-bukit yang berdekatan. Hal ini membutuhkan rata-rata curah hujan tahunan 2500-4000 mm.

Sabtu, 07 Juli 2012

Jati Pendem

Jati pendem merupakan pohon jati tak bertuan yang terpendam di dalam tanah, ada yang sudah mencapai ratusan tahun. Biasanya jati itu terpendam setelah tumbang akibat faktor alam (angin ribut dan longsor) atau sisa-sisa penjarahan pada akhir 1990-an yang disembunyikan di dalam tanah.

Batang-batang pohon jati itu ditemukan di kawasan bekas hutan atau tidak jauh dari hutan. Para petani pencari jati pendem kerap pula menemukan jati itu di waduk yang mengering pada musim kemarau, misalnya di Waduk Greneng, Desa Greneng, Kecamatan Tunjungan.


Mereka menemukan jati di kedalaman 4-8 meter. Besar dan panjang jati itu pun bervariasi, mulai dari yang berdiameter 20 sentimeter dengan panjang 5 meter hingga yang berdiameter 115 sentimeter dan panjang 25 meter.

Selain menemukan jati, pernah ada pencari jati pendem menemukan tempat sesaji dan uang logam kuno. Uang yang terbuat dari kuningan itu bertuliskan huruf Jawa dan angka tahun 1070.
Proses pencarian sampai pengangkatan jati pendem membutuhkan waktu 10-30 hari dan dilakukan berkelompok, 6-7 orang. Prosesnya diawali dengan mencari lokasi jati pendem memakai cis atau kawat ulir baja sepanjang 4-7 meter.

Cis ditancapkan ke dalam tanah. Jika cis sudah menyentuh bagian keras, dapat dipastikan di situlah jati pendem berada. Setelah itu, baru mereka menggali tanah sedalam cis. Jika jati terlalu panjang, mereka memotong kayu itu menjadi dua bagian lalu diangkat memakai katrol.

”Kami menjual jati itu ke juragan kayu Rp 5 juta-Rp 12 juta. Kalau lagi apes, yaitu mendapat jati yang sudah busuk dan berlubang, ya penghasilannya sedikit, di bawah Rp 1 juta. Bahkan bisa saja ternyata di dalam tanah yang sudah digali tidak ada jatinya,” kata Masduri (40), pencari jati pendem asal Desa Greneng.

Juragan jati memasarkan jati pendem ke Kanada, Perancis, dan Swiss melalui perantara dari Bali. Di negara-negara itu, jati pendem biasa digunakan sebagai bahan baku mebel, seperti meja panjang dan pintu rumah. Satu gelondong jati pendem harganya Rp 100 juta-Rp 450 juta, tergantung dari besar, panjang, dan kualitasnya.