Beberapa orang warga menggali tanah di bilangan Desa Inan Kecamatan
Paringin Selatan, Kabupaten Balangan Provinsi Kalimantan Selatan untuk
mengeluarkan sebatang kayu yang terbenam di kawasan tersebut.
Kayu yang terbenam tersebut ternyata jenis kayu ulin (Eusideroxylon
zwageri) yang diperkirakan berabad-abad berada dalam tanah yang dalamnya
sekitar dua meter dari permukaan tanah.
Sementara pekerja yang lain juga berusaha memotong sebatang kayu ulin
yang juga diperkirakan berusia berabad-abad yang berada di dasar Sungai
Pitap anak Sungai Balangan yang kondisi airnya tak terlalu dalam.
Walau warga bersusah payak menggali dan memotong kayu berusia tua
tersebut tetapi terus dilakukan, mengingat untuk membeli jenis kayu yang
disebut juga sebagai kayu besi itu sekarang sudah terlalu mahal bagi
kantong warga setempat, lantaran sudah sulit diperoleh.
Dari dua kejadian tersebut telah menimbulkan banyak pertanyaan
dikalangan masyarakat setempat, mengapa di kawasan tersebut begitu
banyak kayu ulin, sementara jenis kayu tersebut tak pernah terlihat lagi
dalam beberapa dasawarsa terakhir ini.
“Sebagian besar warga di kampung kami tahu tentang kayu ulin hanya
dari bahan bangunan yang sudah jadi, tetapi tak pernah melihat bentuk
kayu ulin yang masih tumbuh,”kata Nurfansyah warga setempat.
Warga setempat kebanyakan memperoleh kayu ulin dari kayu yang
terpendam dalam tanah atau yang ada di dasar sungai, kualitasnya sangat
baik, kuat dan warnanya menghitam bagaikan besi, kata Nurfansyah.
Menurut Nurfansyah di kawasan tersebut begitu banyak terlihat tunggul
(bekas tebangan) kayu ulin di sepanjang Sungai Pitap, dan
tunggul-tunggul tersebut sudah ada sejak lama dan diperkirakan ratusan
tahun.
“Menurut bapak saya, selagi dia masih kecil tunggul-tunggul kayu ulin
tersebut sudah ada seperti itu, padahal usia bapak saya 80-an tahun,
dan sekarang sudah meninggal,” kata Nurfansyah.
Mengenai tunggul-tunggul kayu ulin tersebut juga sering dilontarkan
warga yang berpergian menyusuri trans Kalimantan antara Banjarmasin ke
arah Batulicin Kabupaten Tanah Bumbu, sebab di kawasan Jorong, atau
Kintap Kabupaten Tanah Laut yang dilintasi trans Kalimantan tersebut
banyak terlihat tunggul-tunggul kayu ulin.
Dengan banyaknya tunggul kayu ulin tersebut juga membuktikan bahwa
dulunya kawasan tersebut merupakan hutan ulin, tetapi sekarang berubah
menjadi semak belukar dan padang alang-alang.
Jenis kayu ulin tersebut banyak dimanfaatkan warga untuk membuat
pondasi (tongkat) rumah, tiang bangunan, sirap (atap kayu), papan
lantai,kosen, bahan untuk banguan jembatan, bantalan kereta api dan
kegunaan lain yang memerlukan sifat-sifat khusus awet dan kuat.
Kayu ini seringkali digunakan lantai tempat pemandian atau cuci,
sebab jenis kayu ini tak akan lapuk walau bertahun-tahun kena air atau
panas.
Karena jenis kayu tersebut banyak dicari warga maka kian sulit diperoleh walaupun ada harganya sudah selangit.
Di Kota Banjarmasin sendiri memang masih banyak terlihat penjual kayu
menjual jenis kayu tersebut, tetapi persediaanya selalu terbatas.
Menurut pedagang Haji Sandri, jenis bahan bangunan yang terbuat dari
kayu ulin yang belakangan masih banyak ditemukan di Banjarmasin atau
daerah lain di Kalsel, bukan lagi hasil tebangan baru melainkan kayu
ulin bekas hasil tebangan lama yang sudah tersimpan bertahun-tahun.
“Dulu kayu ulin yang masih berupa balokan atau berbentuk pohon di
potong-potong dengan panjang sekitar tiga hingga empat meter lalu
balokan itu potong-potong lagi sehingga menjadi persegi empat dengan
panjang tetap sekitar tiga hingga empat meter,” katanya.
Sisa-sisa potongan kayu itulah yang sekarang dibuat lagi menjadi
bahan bangunan seperti ini, katanya seraya memperlihatkan beberapa kayu
gergajian hasil olahan kayu sisa tersebut.
“Bukti kayu ulin ini sisa, lihat saja warna kayunya sudah ada yang
agak kehitaman, ada bekas tanaman lumut (tumbuhan air) ada bekas
gergajian, bekas terbakar, dan tanda-tanda lainnya,” katanya.
Walau kayu ini berjenis ulin bekas olahan tetapi tetap saja diminati
karena kualitas kayu ini kuat dan baik, sehingga untuk jenis bahan
bangunan papan saja harganya sekarang sudah mencapai Rp80 ribu per
keping, padahal dulu paling banter hanya Rp20 ribu per keping.
Mahalnya harga itu selain memang kian langka juga untuk mengangkut
kayu tersebut dari lokasi penggergajian di Bilangan Liang Anggang
sekitar 60 kilometer dari Banjarmasin ke arah Banjarmasin sering
dipersoalkan pihak aparat sebab kayu tersebut dilarang diantarpulaukan
,akibatnya banyak pedagang yang takut membawa kayu tersebut.
Berdasarkan keterangan yang ia peroleh kayu lin tersebut, berasal
dari tebangan lama di wilayah Kabupaten tanah Laut, Tanah Bumbu, serta
Kabupaten Kotabaru atau wlayah pesisir Timur Kalsel.
Mulai Punah
Berbagai pihak menduga jenis kayu tersebut sudah mulai punah walau ada
pihak lain menyatakan masih terdapat hutan kayu ulin di kawasan
Pegunungan Meratus yang lokasinya sulit terjangkau manusia.
Bahkan Tim Ekspedisi Khatulistiwa 2012 Koordinator Wilayah 08
Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) Kalimantan Selatan yang menjelajahi
kawasan Pegunungan Meratus tak pernah menjumpai hutan kayu ulin di
kawasan tersebut.
“Dari hasil penjelajahan tim hanya menemukan beberapa pohon kayu ulin
saja,” kata Mayor Sus Komaruddin didampingi beberapa peneliti dan tim
lainnya di Hantakan HST, sekitar 190 Km Utara Banjarmasin.
Walau tim tak menemukan hutan kayu ulin tetapi mereka menemukan beberapa pohon kayu ulin di puncak gunung.
Selain itu mereka juga menemukan sebuah kampung yang disebut “Kampung
Ulin Bajanggut” yang di kampung tersebut masih tumbuh satu pohon kayu
ulin setinggi 30 meter dan diameter batang pohon 120 sentimeter.
Pohon kayu ulin tersebut agaknya dipelihara warga Dayak Meratus dan dikeramatkan yang berada di Desa Kiyu.
Dari beberapa bekas tebangan kayu ulin, diperkirakan kawasan tersebut
diperkirakan tadinya merupakan hutan kayu ulin yang terus ditebang
sehingga tinggal beberapa batang yang masih utuh.
Walau tak menemukan hutan kayu ulin tetapi tim masih menemukan hutan
kayu ekonomis lainnya, seperti kayu meranti atau yang disebut pohon
damar putih atau damar hitam.
Berdasarkan catatan, kayu ulin merupakan salah satu jenis kayu hutan
tropika basah yang tumbuh secara alami di wilayah Sumatera Bagian
Selatan dan Kalimantan.
Jenis ini dikenal dengan nama daerah ulin, bulian, bulian rambai, onglen, belian, tabulin dan telian.
Pohon ulin termasuk jenis pohon besar yang tingginya dapat mencapai
50 m dengan diameter samapi 120 cm, tumbuh pada dataran rendah sampai
ketinggian 400 m.
Kayu tersebut sulit dibudidayakan, dan walaupun bisa tanaman ini akan
b isa ditebang kayunya setelah berusia ratusan tahun sehingga tak ada
orang yang mau mengembangkan jenis kayu tersebut.
Berdasarkan penelitian ulin ternyata tak sekadar bernilai ekonomis
tinggi dari nilai kayunya. Lebih dari itu, kayu khas hutan tropis juga
bisa dijadikan obat-obatan.
Manfaat ganda kayu ulin terdapat pada tiga jenis bagian dari kayu itu
bisa dimanfaatkan untuk obat-obatan yaitu daun muda, esktrak biji, dan
buahnya.
Dengan terus ditebang dan dicar tanpa ada yang bersedia
membudidayakan maka sudah bisa ditaksir kedepan kayu ini hanya tinggal
kenangan saja.
Kamis, 19 Juli 2012
Kayu Ulin mulai punah
09.11
No comments
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar